Upah Lembur termasuk di dalam Pasal 78 UU No 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menakertrans NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
Pekerja/Buruh merupakan asset yang sangat
berharga bagi negara, dari keringat mereka jugalah sebagian besar devisa negara
ini berasal. Namun sungguh disayangkan, masih ada diantara mereka yang tidak
mengetahui persis tentang hak yang seharusnya mereka terima menyangkut upah
pekerja, salah satu nya adalah upah lembur pekerja. Hal ini dikarenakan
keterbatasan Pekerja/Buruh sendiri yang tidak faham tentang perhitungan upah
lembur, dan upaya – upaya oknum yang tidak mengharapkan Pekerja/Buruh mengetahui
hal ini.
Pasal 78 UU No 13 Tahun 2003
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat:
- ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
- waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur.
- Ketentuan waktu kerja lembur tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
- Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Kepmenakertrans No. 102 Tahun 2004
TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
- Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu. Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu ini diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri.
- Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur.
- Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu (yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan), tidak berhak atas upah kerja lembur dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.
- Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan.
- Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan. dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha.
- Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.
- Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban :
- membayar upah kerja lembur;
- memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;
- memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih (Tidak boleh diganti dengan uang).
- Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.
- Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
- Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
- Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah dari upah minimum setempat.
- Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.
- Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.
UPAH SATU JAM LEMBUR = 1/173 X upah sebulan
Nominal angka 1/173 sendiri didapat dari rumus
hasil perhitungan sebagai berikut:
1 tahun = 52 minggu1 bulan = 52 : 12 = 4,333333 minggu
Total jam kerja per-minggu = 40 jam
Total jam kerja per-bulan = 40 X 4,333333 = 173,33 yang kemudian dilakukan pembulatan menjadi 173 jam.
Maka hasil akhir yang didapat untuk
menghitung upah per-jam adalah seperti perhitungan yang tertera pada kotak
diatas.
Sebagai contoh, misalnya penghasilan sebulan Bang
Ucup adalah Rp. 1.529.000,- maka untuk upah lembur 1 jam Bang Ucup adalah 1/173
X 1.529.000 = 8838,1
Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai
berikut :
LEMBUR DILAKUKAN PADA HARI KERJA
:
- jam pertama dibayar 1,5 X upah sejam,
- setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar 2 X upah sejam.
LEMBUR DILAKUKAN PADA HARI ISTIRAHAT
MINGGUAN / HARI LIBUR RESMI :
A.UNTUK WAKTU KERJA 6 HARI KERJA 40 JAM SEMINGGU
:
- tujuh jam pertama dibayar 2 X upah sejam,
- jam kedelapan dibayar 3 X upah sejam,
- jam kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 X upah sejam.
apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja
terpendek perhitungan upah lemburnya adalah sebagai berikut :
- lima jam pertama dibayar 2 X kali upah sejam,
- jam keenam 3 X kali upah sejam,
- jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 X kali upah sejam.
B. UNTUK WAKTU KERJA 5 HARI KERJA 40 JAM SEMINGGU
:
- delapan jam pertama dibayar 2 X upah sejam,
- jam kesembilan dibayar 3 X kali upah sejam,
- jam kesepuluh dan kesebelas 4 X upah sejam.
Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar
perhitungan upah lembur yang nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri ini,
maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.
Pertanyaan :
Pengaturan
Waktu Kerja dan Istirahat di Sektor Pertambangan dan Energi
Bolehkah
pekerja di sektor pertambangan dan energi bekerja malam hari terus menerus
selama lebih dari 1 bulan?
Jawaban :
Untuk menjawab
pertanyaan Saudara, pada bagian awal perlu saya berikan wawasan, bahwa
ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat (“WKWI”) bagi sektor
usaha/perusahaan swasta di Indonesia diatur dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 79 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No. 13/2003”). Baik
pengaturan secara umum (general), maupun pengaturan secara khusus (untuk
sektor usaha/pekerjaan tertentu). Pengaturan dimaksud, masing-masing sebagai
berikut:
1. pengaturan WKWI Secara Umum (general)
a. Ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat
secara umum, atau sering disebut pola waktu kerja dan waktu istirahat
secara normal (pola WKWI normal), dapat memilih, 2 (dua) alternatif*:
1) 7 (tujuh) jam perhari dan 40 (empat puluh) jam per minggu,
untuk pola waktu kerja 6:1, dalam arti: 6 (enam) hari
kerja dan 1 (satu) hari istirahat mingguan; atau
2) 8 (delapan) jam perhari dan 40 (empat puluh) jam per minggu,
untuk pola waktu kerja 5:2, maksudnya: 5 (lima) hari kerja
dan 2 (dua) hari istirahat mingguan (Pasal 77 ayat (2) UU No. 13 Th.
2003).
Ketentuan WKWI sebagaimana tersebut,
tidak menentukan kapan saatnya waktu kerja dimulai dan kapan diakhiri.
Dalam arti, saat dimulainya jam kerja, adalah kapan saja, atau saat apa
saja sesuai kebutuhan dan karakteristik pekerjaan, sepanjang tidak (belum
masuk) pada hari istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Artinya, bisa dimulai di pagi hari, dapat juga di siang hari, sore hari, atau
malam hari, bahkan bisa dimulai tengah malam (dini hari). Yang penting, bahwa
dalam satu periode waktu kerja dan waktu istirahat, tidak boleh
melebihi 7 (tujuh) jam per-hari (untuk pola 6:1) atau tidak boleh melebihi 8
(delapan) jam per-hari (untuk pola 5:2) sebagaimana tersebut di atas, dan tidak
boleh melampaui (masuk) pada hari istirahat mingguan atau hari libur
resmi.
Dengan perkataan lain, pengertian hari
dan waktu kerja adalah, bahwa semua hari dapat ditentukan sebagai hari
kerja (mulai dari Ahad s/d Sabtu), kecuali hari libur resmi.
Sebaliknya, semua hari tersebut dapat dipilih dan dijadikan hari istirahat
mingguan, dengan ketentuan apabila hari istirahat mingguan waktunya
jatuh (bersamaan) pada hari libur resmi, tidak boleh ada penggantian hari
istirahat mingguan (di hari lain), kecuali untuk sektor usaha atau
pekerjaan tertentu (Pasal 77 ayat [3] dan Pasal 79 ayat [2] huruf b jo.
Pasal 85 ayat [1] dan ayat (2) UU No.13/2003 beserta penjelasannya).
b. Demikian juga dapat diatur ketentuan waktu kerja
bergilir (shift) dalam satu hari sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan perusahaan. Artinya, kalau kebutuhan dan kemampuan perusahaan
pekerjaan harus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terputus-putus, maka
dapat diatur dan dilakukan waktu kerja bergilir (shift) dimaksud.
Selanjutnya, apabila waktu kerja
dan waktu istirahat dilakukan melebihi pola WKWI normal atau
dilakukan pada hari istirahat mingguan/hari libur resmi, maka
berlaku ketentuan waktu kerja lembur (WKL) dan pengusaha wajib membayar upah
kerja lembur (UKL) sesuai perhitungan yang ditentukan (vide Pasal
78 ayat [1] dan ayat [2] jo Pasal 85 ayat [3] UU No. 13/2003 dan Pasal 11 jo
Pasal 8 Kepmenakertrans No. Kep-102/Men/VI/2004).
2. Pengaturan WKWI Secara
Khusus (Untuk Sektor Usaha/Pekerjaan Tertentu)
a. Ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat
khusus sektor usaha atau pekerjaan tertentu, berdasarkan Pasal
77 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 13/2003 disebutkan, bahwa ketentuan waktu
kerja normal tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan
tertentu yang -untuk itu- diatur tersendiri dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (“Permen”).
Permen yang mengatur mengenai ketentuan
waktu kerja untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu
sebagai amanat Pasal 77 ayat (4) UU No.13/2003, hingga saat ini baru ada 3
(tiga), yakni :
1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomor Kep-234/Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha
Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu;
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomor Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha
Pertambangan Umum Pada Daerah Operasi Tertentu; dan
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomor Per-11/Men/VII/2010 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Di Sektor Perikanan
Pada Daerah Operasi Tertentu.
b. Terkait dengan permasalahan Saudara, katenetuan WKWI
khusus pada sektor usaha pertambangan umum dan energi dan sumber daya mineral
pada daerah operasi tertentu, diatur (antara lain) sebagai berikut :
1) Perusahaan di bidang pertambangan umum,
termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah
operasi tertentu, dapat menerapkan:
a) waktu kerja dan istirahat (WKWI)
sebagaimana diatur dalam Kepmenakertrans. No. Kep-234/Men/2003; dan/atau
b) periode kerja minimal 10 (sepuluh) minggu
berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat, dan
setiap 2 (dua) minggu dalam periode kerja diberikan 1 (satu) hari istirahat.
(Pasal 2 Permenakertrans No.
Per-15/Men/VII/2005)
2) Perusahaan di bidang energi dan sumber daya mineral,
termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi
tertentu dapat memilih dan menetapkan salah satu dan atau beberapa waktu
kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan sebagai berikut :
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 6 (enam) hari dalam 1
(satu) minggu;
b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 5 (lima) hari dalam 1
(satu) minggu;
c) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 45 (empat puluh lima) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode
kerja;
d) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 50 (lima puluh) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode
kerja;
e) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 55 (lima puluh lima) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode
kerja;
f) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 63 (enam puluh tiga) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode
kerja;
g) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 70 (tujuh puluh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode
kerja;
h) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 77 (tujuh puluh tujuh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu
periode kerja;
i) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 90 (sembilan puluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu
periode kerja;
j) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 100 (seratus) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode
kerja;
k) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 110 (seratus sepuluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu
periode kerja;
l) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 126 (seratus dua puluh enam) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja
untuk satu periode kerja;
m) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 140
(seratus empat puluh) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode
kerja;
n) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan
maksimum 154 (seratus lima puluh empat) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja
untuk satu periode kerja;
Waktu kerja sebagaimana tersebut
huruf a) sampai dengan huruf n), tidak termasuk waktu istirahat
sekurang-kurangnya selama 1 (satu) jam. Namun, khusus untuk huruf c) sampai
dengan n) sudah termasuk waktu kerja lembur tetap sebagai
kelebihan 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari (Pasal 2 Kepmenakertrans. No.
Kep-234/Men/2003).
Dalam Peraturan-peraturan Menteri
dimaksud (Kepmenakertrans. No. Kep-234/Men/2003 dan Permenakertrans No.
Per-15/Men/VII/2005), telah mengatur beberapa opsi dan alternatif
pilihan pola waktu kerja untuk suatu perusahaan di sektornya masing-masing
(dalam hal ini, sektor energi dan sumber daya mineral dan sektor pertambangan
umum). Sehingga, semua jenis pekerjaan atau jabatan tertentu
di suatu perusahaan, baik pekerjaan atau jabatan-jabatan di kantor (back
office), atau pekerjaan dan jabatan-jabatan operasional, sudah ditentukan
dan tinggal memilih yang sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Pilihan waktu kerja sebagaimana
tersebut di atas, karena ada waktu kerjanya yang relatif panjang, demikian juga
ada yang karakteristik dan sifat pekerjaannya haruas dikerjakan pada waktu
malam hari, atau -bahkan- dini hari secara terus-menerus, maka dapat saja
seseorang atau sekelompok pekerja/buruh dipekerjakan pada waktu malam hari,
bahkan dini hari.
Dengan
demikian, sesuai dengan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka apabila
-telah- dipilih salah satu periode kerja di sektor tertentu atau
pekerjaan tertentu (dalam hal ini, sektor energi dan sumber daya mineral, dan
sektor pertambangan umum di daerah tertentu) dan dilakukan dalam beberapa waktu
kerja bergilir (shift), maka besar kemungkinan (sekelompok)
pekerja/buruh harus bekerja (mendapat bagian shift) pada malam hari atau
dini hari secara terus-menerus.
Walaupun
demikian, demi adilnya terhadap (semua) pekerja/buruh yang lain, seyogyanya
(diperjanjikan) waktu shift kerja dilakukan secara bergantian di antara
para pekerja/buruh yang terlibat di suatu pekerjaan dan tempat kerja
tertentu. Dalam kaitan ini, Saudara harus menyampaikan dan melakukan komunikasi
yang baik dengan pihak-pihak yang terkait di perusahaan Saudara, khususnya
manajer/divisi operasi di lapangan (site-plant manager).
Demikian penjelasan saya, semoga Saudara dapat mafhum
dengan penjelasan dimaksud.
Dasar Hukum:
2. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-234/Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat
Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu
3. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur;
4. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan
Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum Pada Daerah Operasi Tertentu;
5. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per-11/Men/VII/2010 tentang Waktu Kerja dan
Istirahat Di Sektor Perikanan Pada Daerah Operasi Tertentu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar